Senin, 18 November 2013

makalah perikanan (perekonomian indonesia)


BAB II
PEMBAHASAN


A.           Lingkungan Perairan[1]
Lingkungan air meliputi kisaran yang luas, mulai mata air di pegunungan hingga perairan laut dalam, denga ukuran luasan volume yang beragam. Lingkungan air terdiri atas lingkungan air asin serta air tawar. Perairan tawar meliputi mata air, sungai, waduk, danau, perairan payau dan air tanah (sub-teranean). Sebagian dari lingkungan air tersebut berpotensi untuk usaha akuakultur.
Beragam biota hidup di badan air dapat berupa hewan, tumbuhan, dan mikroba. Mikroba di lingkungan air meliputi bakteri, fungi, algae, protozoa dan virus. Mikroba tersebut dapat bersifat ototrofik atau heterotrofik, sebagian bakteri dan fungi hidup secara saprofitik atau dapat pula bersifat parasit terhadap hewan air. Diantara protozoa perairan ada yang hidup bebas, bersimbiosa dengan hewan air atau dapat pula bersifat parasit, adapun virus keseluruhannya bersifat obligat parasit intraselular baik pada tumbuhan, hewan maupun mikroba perairan.
a.       Perairan laut
Perairan laut sangat beragam geografisnya, kedalamannya serta sifat fidiko-kimianya. Perairan laut ditandai oleh tingkat salinitas yang besarnya 33-37% serta kedalaman hingga sekitar 11.000 m.
Secara umum, perairan laut dibagi menjadi zona fotik (lapisan air yang mendapat sinar matahari) dan zona afotik yaitu lapisan air dimana sinar matahari tidak dapat menembus. Zona fotik dapat mencapai kedalaman 200 meter tergantung turdibitas air.
Berdasarkan habitatnya, perairan laut dibedakan menjadi empat: (1) Habitat neuston yaitu zona interfase air dan udara, (2) Habitat pelagik yaitu zona kolom air atau dikatakan sebagai habitat planktonik, (3) Habitat epibiotik yaitu substrata tau pemukaan benda di badan air laut yang dihuni oleh komunitas organism, dan (4) Habitat endobiotik yaitu jaringan organism laut yang dihuni oleh flora mikroba.
Perairan pantai sangat dinamis karena arus, temperature dan angin. Dengan kolom air yang relatif dangkal dan dinamika yang tinggi, populasi mikroba perairan pantai cenderung seragam. Pegaruh yang besar dari faktor lingkungan pada perairan pantai menyebabkan terjadinya fluktuasi populais mikroba, misalnya akibat pasang surut.  
b.      Perairan tawar
Lingkungan perairan tawar terdiri dari 2 kategori yaitu habitat lentik yaitu badan air yang “diam’ seperti danau dan kolam. Serta habitat lotik yaitu badan air yang bergerak seperti mat air dan sungai. Lingkungan perairan tawar umumnya lebih kaya nutrien dibandingkan perairan laut. Nutrient ini berasal dari aliran air permukaan maupun oleh masukan dari aktivitas manusia.  Di negara sedang berkembang dan dunia ketiga pada umumnya, penggunaan sumber air untuk berbagai keperluan rumah tangga menyebabkan tingkat masukan nutrient organic dan mikroba pencemar (umumnya mikroba enteric seperti E. coli) ke badan air sangat tinggi.
Sifat fisik sungai seperti temperature, volume, kecepatan aliran dan substrat dasar atau sedimen, dan komposisi kimiawinya sangat dipengaruhi oleh kondisi geografi dan iklim. Mengingat bahwa sungai merupakan badan air yang mengalir, aka jasad planktonik umumnya hanya terbentuk pada area yang memiliki aliran tenang.
c.       Perairan payau
Perairan payau merupakan transisi antara perairan tawar dan perairan laut, terutama dijumpai pada estuarine. Luasan area payau berfluktuasi mengikuti pasang surut air laut, hujan dan pasokan air tawar dari daratan sehingga terjadi perubahan kadar garam yang drastis dalam jangka waktu yang relatif singkat. Area perairan payau memiliki kadar garam 10-32%sedangkan air tawar hanya sekitar 5% atau kurang.
Perairan payau memiliki potensi besar sebagai lahan usaha akuakultur. Di Indonesia perairan payau umumnya digunakan untuk usaha akuakultur yang memproduksi bandeng, udang, penaeid, kepiting bakau.

B.            Prospek Usaha Pembenihan Ikan Laut[2]
Menurut data Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), tahun 2007 produksi perikanan dunia mencapai 143 juta ton, terdiri dari 91 juta ton dari hasil tangkapan (capture) dan sebesar 51 juta ton dari hasil budi daya. Pasokan produk perikanan harus bertambah dari tahun ke tahun, dan sekitar dua-per-tiganya masih berasal dari penangkaan. Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir ini produksi perikanan tangkap dunia telah menjadi sangat menjadi stagnan dan cenderung terus menerus sehingga pasokan lebih banyak tergantung pada hasil budi daya.

Produksi perikanan dunia (dalam juta ton)
Produksi
2004
2005
2006
2007
Perikanantangkap
94
93
91
91
Perikanan budi daya
46
48
50
52
Total
140
141
141
143






Sumber: Warta Pasar Ikan, Januari 2008.

Produksi perikanan budi daya (akuakultur) tumbuh peast dalam 2-3 dekade terakhir. Budi daya perikanan menyumbang sepertiga pasokan ikan di dunia, produksi perikanan budi daya (di luar rumput laut) pada tahun 2005 sebesar 48,1 juta ton dengan urutan sebagai berikut: China 32,4 juta ton (67%), India 2,8 juta ton (6%), Vietnam 1,4 juta ton (3%), Indonesia 1,2 juta ton (2%). Thailand 1,1 juta ton (2%), Bangladesh 0,9 juta ton, Jepang 0,7 juta ton, Norwegia 0,7 juta ton dan Philipina 0,6 juta ton.
Indonesia berada di urutan keempat setelah Vietnam sebagai produsen perikanan budi daya perairan. Padahal potensi perikanan budi daya Indonesia sangat besar. Wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk budi daya perairan sangat luas, terdiri dari laut , perairan tawar, dan tambak/air payau. Potensi produksi budi daya perairan Indonesia mencapai 57,7 juta ton, terdiri dari 47 juta ton budi daya laut, 5 juta ton budi daya tambak, dan 5,7 juta ton budi daya air tawar.
Luas perairan dan potensi produksi perikanan budi daya di Indonesia
Perikanan budi daya
Luas perairan
Potensi produksi
laut
24
47
Tambak (payau)
1
5
Perairan umum/tawar
13,7
5,7
Total
38,7
57,7
Sumber: Dahuri, 2004

Potensi produksi perikanan budi daya terbesar adalah budi daya laut aau marikultur (47 juta ton). Selain luas perairan untuk usaha marikultur sangat besar, jenis komoditas yang dapat dikembangkan pun beranekaragam, terdiri dari ikan, krustase, moluska, reptil, alga, mamalia, ekonodermata, dan karang.
Dengan menggalakkan secara besar-besaran budi daya laut maka produk budi daya Indonesia akan dapat mengalahkan produksi China. Salah satu komoditas perikanan menjadi andalan daalm budi daya laut adalah ikan karang, baik ikan konsumsi maupun ikan hias mengingat Indonesia adalah negara produsen utama ikan karang. Selain untuk konsumsi nasional, ikan karang juga di ekspor ke Hongkong, Taiwan, Cina Daratan, Singapura, Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa. Ikan karang yang diproduksi antara lain kerapu (Ephinepelus, Cromiletes, Plectropomus, Aetaloperca, Anyperodon, Centrogenys, Cephalopholis, Variola), kakap (Lates, Lutjanus, Psammoperca, Pristipomoides, Pinjolo, Etelis, Aphaerus, Aprion, Symphorichthys), kakatua (Scarus, Chlorurus), napoleon (Cheilinus), kuwe (Caranx), ekor kuning (Caesio, Paracaesio, Pterocaesio), beronang (siganus), bawal (Stromateus, Pampus, Trachinotus), dan berbagai spesies ikan hias.
Produksi ikan karang di Indonesia masih bergantung pada penangkapan dari alam. Penangkapan yang intensif dan penggunaan bahan serta alat tangkap yang destruktif telah mengarah pada padat tangkap (full fishing) dan  tangkap lebih (over fishing), serta rusaknya habitat (tempat hidup) ikan-ikan karang.
Sebagai gambaran, sebuah informassi menyebutkan bahwa hampir 85% terumbu karang Indonesia terancam rusak, sekitar 50%-nya mendapat ancaman kerusakan yang tinggi. Dari pengamatan di 686 lokasi Indonesia, yang dilakukan oleh Suharsono, Peneliti P2O LIPI, pada tahun 2005 ditemukan kondisi tutupan terumbu karang umumnya cukup dan kurang pada 68,51% lokasi. Kondisi ini menggambarkan tutupan karang hidupnya dibawah 50%. Salah satu penyebab kerusakan terumbu karang adalah penangkapan ikan-ikan karang dengan bahan dan alat tangkap yang merusak taerumbu karang.
Untuk menekan kerusakan terumbu karang maka budi daya ikan karang adalah salah satu alternative yang paling bijak. Budi daya ikan karang dan ikan laut lainnya diharapkan dapat meningkatkan produksi perikanan budi daya, meningkatkan pendapatan nelayan/petani ikan dan meningkatkan devisa negara, meningkatkan konsumsi ikan, mengimbangi penangkapan , serta mencegah kerusakan ekosistem terumbu karang. Untuk jangka panjang, budi daya ikan karang dan ikan laut pada umumnya dapat menjadi usaha yang komplementer dengan penangkapan melalui kegiatan peternakan laut (sea ranching/marine ranching).
Peternakan laut atau sea ranching/marine ranching adalah penebaran benih ikan ke dalam perairan  laut dengan prinsip memenfaatkan semua faktor lingkungan secara optimal melalui penerapan teknologi sehingga ekosistem terbuka dapat dijadikan sebagai tempat pemeliharaan ikan yang bernilai ekonomi tinggi. Kegiatan budi daya dimulai dari persiapan benih sampai layak tebar,  dan kegiatan penangkapan, yaitu pengaturan waktu, jumlah dan ukuran yang ditangkap.
Jepang adalah contoh negara yang berhasil dalam kegiatan marine ranching. Pemerintah Jepang telah membangun lebih dari 100 hatchri yang hasilnya sebagian besar ditebar ke laut dan sekitar 21 jenis ikan yang telah berhasil dibibitkan ditujukan untuk kegiatan marine ranching dan budi daya laut. Kegiatan marine ranching tidak hanya ditentukan oleh hasil pengkajian dan pengembangan tetapi juga partisipasi masyarakat nelayan serta adanya pembinaan dari unsur pemerintah. Pada tahun 1948, di Jepang, panen kerang Patinopectes yessocius hanya 15.000 ton dan kemudian  meningkat menjadi 120.000 ton pada tahun 1984 setelah melakukan restoking. Hasil analisa proyek marine ranching di Teluk Ishihari menunjukkan hasil pendapatan bersih lebih dari US$ 2 juta dengan B-C ratio 3,15 dalam tempo 20 tahun .
Di AS, marine ranching bertujuan untuk memperbaiki perairan pantai yang kritis dan untuk memenuhi kebutuhan permintaan makanan dari laut, di mana pengembangannya diawali dengan pengembangan teknik pembenihan, perbaikan habitat, dan teknik penebaran benih. Penebaran benih Sciaena ocellatus di Teluk Corpus Cristi Texas menaikkan hasil tangkapan dibanding dengan Laguna Madre yang tidak ditebari benih.
Di Jepang, S, RRC, dan negara-negara Eropa, kegiatan restoking sudah menjadi kegiatan komersial, bukan sekadar kegiatan konservasi dan sosial. Usaha akuakultur (pembenihan)menjual benih kepada asosiasi, koperasi nelayan, atau pemerintah daerah yang melakukan restoking, sementara nelayan melaporkan hasil tangkapannya untuk dikenai biaya pembelian benih oleh asosiasi atau koperasi tersebut.
Di Indonesia, biota laut yang direstoking masih terbatas pada penyu, terutama penyu hijau (Chelonia mydas) dan kima (Tridacna spp.). Restoking kedua jenis biota itupun masih terbatas untuk usaha konservasi. Ke depan restoking dikelola untuk menjadi kegiatan komersial. Benih biota air ekonomis, ikan dan non-ikan, direstoking dan nelayan penangkap dikenai biaya pembelian benih oleh lembaga atau asosiasi yang melakukan restoking.
Untuk mendukung pengembangan budi daya biota laut dan restoking, kegiatan pembenihan  merupakan salah satu mata rantai dan faktor terpenting yang perlu diperluas. Pembenihan akan menjadi kegiatan ekonomi yang menguntungkan di masa depan sehingga sangat prospektif. Kegiatan pembenihan juga dapat dilakukan, baik oleh perorangan, khususnya nelayan dan petani ikan kecil dalam bentuk usaha skala rumah tangga maupun kelompok (asosiasi, koperasi, kelompok usaha dan lain-lain) untuk usaha skala besar.
Saat ini indonesia adalah salah satu produsen benih ikan laut yang penting, terutama ikan bandeng (Chanos chanos), kerapu bebek (Cromileptes altivelis), dan kerapu macan (epinephelus fuscoguttatus). Bali yang sentra produksi benih ketiga jenis tersebut telah mengekspor ke malaysia dan vietnam melalui bandara ngurahrai. Dalam sebulan benih ikan kerapu dan ikan bandeng yang dikirim melalui bandara ngurah Rai sebanya 650.000 ekor, dan 17 juta ekor, sekitar 80%, dikirim ke Malaysia dan Vietnam.
Jumlah benih tersebut masih sangat kurang sehingga sebagian besar pembudi daya kerapu masih mengandalkan benih dari hasil tangkpan alam. Karena itu upaya mendorong pengembangan usaha pembenihan harus dilakukan.
Pembenihan ikan laut secara buatan biasa dilakukan dengan rangsangan hormonal dan pemijatan (stripping). Teknik ini diterapkan untuk memaksa pemijatan pada ikan-ikan yang tidak dapat memijah secara alami di bak-bak terkontrol dan tidak dapat memijah di luar musim pemijahan, atau ikan dapat memijah sendiri tetapi jumlah telur yang dihasilkan sangat sedikit. Dengan pemijahan buatan, ikan dipaksa memijah san menghasilkan telur dalam jumlah banyak.
Pemijahan buatan juga sangat membantu dalam manajemen produksi benih. Dengan penerapan teknik ini, jumlah benih yang diproduksi, waktu, dan kontinuitas dapat terjaga, karena ikan dapat dipaksa memijah di luar musim pemijahan dan di luar habitat aslinya.

C.           Pengembangan Kelembagaan dalam Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu[3]
Salah satu arah dan kebijakan sektor kelautan dalam GHBN 1993, adalah pendayagunaan sumber daya laut dan pemanfaatn fungsi wilayah laut nasional, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia  (ZEEI). Pengelolaan potensi kelautan untuk berbagai kegiatan ekonomi dipacu melalui peningkatan investasi, dengan menyiapkan perencanaan makro dan mikro dalam bentuk tata ruang, memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, penataan kelembagaan serta memperhatikan kelestarian lingkungan.
Pengelolaan sumber daya air laut dilakukan sejak dahulu kala, dan dalam dekade ini telah meningkat secara pesat. Diperkirakan, seluruh keluaran (output) kegiatan ekonomi pemanfaatan sumber daya laut, pertambangan, perikanan, pariwisata, dan transpotasi, memberikan kontribusi terhadap produk nasional bruto (PNB) sebesar 24% pada tahun 1990, dan 22% penduduk indonesia bergantung pada  perairan laut.
Pada masa yang akan datang, kontribusi sektor kelautan akan meningkat pesat, terutama setelah Presiden Republik Indonesia menutupkan tahun 1996 sebagai tahun bahari. Namun kegiatan pengelolaan sumber daya laut ini juga mengandung potensi konflik dan dampak lingkungan. Dalam Repelita VI, ada 21 sektor pembangunan yang bermuara ke daerah. Beberapa sektor penting dalam pengelolaan sumber daya laut di daerah adalah sebagai berikut:
(1)  Sektor pariwisata khususnya wisata bahari seperti pengembangan resort wisata pantai, penyelaman ( diving), snorkling, parasailing, sport fishing, merupakan sumber pendapatan yang cukup besar termasuk pendapatan devisa. Potensi konflik, karena izin hotel dan tempat hiburan, promosi dan perjalanan wisata, serta retribusi wisata masih dikelola oleh direktorat Jendral Pariwisata, sehingga pemerintaha Daerah tidak banyak memperoleh pendapatan dari sektor ini.
(2)  Sektor perikanan, dengan semakin bertambah luas pengusahaan perikanan ke perairan ZEEI, maka bertambah besar pula potensi sektor perikanan palagis dalam menyumbang devisa. Selain penangkapan ikan, sektor ini juga mengembangkan budi daya rumput laut, mutiara, dan ekspor hasil kerajinan industri rumah tangga masyarakat pesisir.
(3) Sektor pertambangan, khusunya penambangan minyak dan gas lepas pantai yang terbesar dari pantai timur sumatra, pulau natuna, pantai utara jawa, kalimantan, hingga irian jaya.
(4)  Sektor kehutanan sangat diperlukan untuk menjaga  kelestarian sumber plasma nutfah dan pelestarian kekayaan ekosistem  terumbu karang dan mangrove melalui taman nasional, taman wisata alam laut, dan kawasan konservasi laut lainya.
(5)  Sektor perhubungan laut, sangat diperlukan utnuk mempersatukan seluruh wilayah nasional dengan 17.508 pulau dan 81.000 km panjang garis pantai, dan menunjang kelancaran perdagangan nasional. Pemanfaatan  wilayah pesisir untuk lokasi pelabuhan, sering tidak bisa dicampuri oleh insansi lain.
(6)  Sektor pembangunan regional dan daerah di kawasan pesisir dan lautan serta kepaluan untuk lokasi pemukiman, budi daya dan kawasan industri berkembang demikian pesat, namun lahan pesisir kota-kota pantai. Ironisnya, peraturan perundang-uandangan yang mengatur pwmanfaatan wilayah pesisir belum lengkap dan belum dilaksanakan secara konsekuen.
(7)  Sektor perdagangan, dimana globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas, mendorong kegiatan ekonomi segitiga Indonesia-malaysia-singapura (IMS); bruney-malaysia-philipina (BMP) dan Indonesia-Australia, serta berkembangnya kegiatan ekonomi di Asia-Pasifik.

D.           Perikanan Budi Daya ( Aquaculture) di Daerah Pesisir[4]
Sebagian besar kegiatan budi daya perikanan di wilayah pesisir adalah usaha perikanan tambak, baik tambak udang, bandeng, atau campuran keduanya. Selain itu terdapat pula beberapa jenis kegiatan budi daya perikanan yang lain, seperti budi daya rumput laut, tiram dan budi daya ikan dalam keramba (net impondment). Karena air merupakan media utama dalam kegiatan  budi daya perikanan, maka pengelolaan terhadap sumber-sumber air alami maupun nonalami (tambak, kolam,dll) harus menjadi perhatian utama dalam pengelolaan wilayah pesisir.
Dalam kegiatan budi daya perikanan, pengaruh utama yang perlu diperhatikan antara lain adalah pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitar lokasi budi daya termasuk aktivitas di lahan atas, dan pengaruh kegiatan budi daya terhadap lingkungan.


E.            Ekonomi Perikanan dan wisata bahari[5]
Ekonomi perikanan dan  wisata bahari (fishery Economics and Marine Ecotourism) diperlukan karena industri penangkapan dan pengalengan ikan, serta wisata bahari sedang digalakan. Industri perikanan laut pada saat ini dikembangkan di bitung. Sulawesi utara, dan kepulauan arafura, maluku.
Namun industri  ini tidak berjalanan dengan baik, bahkan  beberapa pabrik mengalami kebangkrutan akibat kesulitan bahan baku yang dijual ke negara tetangga. Pertimbangan nelayan yang lebih suka memasok industri perikanan di luar negeri dari pada dalam negeri lebih dilandasi karena pertimbangan ekonomis.





















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan dan saran
Berbagai jenis ikan laut, ikan palagis dan demersal di perairan Indonesia merupakan ikan-ikan yang bernilai jual tinggi, baik di pasar domestic maupun ekspor. Khusus untuk ikan karang, Indonesia bahkan menjadi produsen terbesar di dunia, baik ikan konsumsi, maupun ikan hias. Ikan-ikan karang banyak diproduksi antara lain kerapu, kakap, napoleon, kakatua, ekor kuning, beronang, kurisi, dan kue.
Berangkat dari pengetahuan bahwa Indonesia merupakan produsen terbesar di dunia maka sudah seharusnya, sektor perikanan tidak lagi dijadikan sektor ke sekian dari semua sektor yang menunjang perekonomian Indonesia. Sektor perikanan harus didukung perkembanganya, sehingga Indonesia benar-benar bisa menjadi sentra ikan di dunia.


















DAFTAR PUSTAKA

Irianto, Agus. 2003. Probiotik Akuakultur. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Kordi, M. Ghufran H. dan Andi Tamsil. 2010. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis Secara Buatan. Yogyakarta: ANDI

Dahuri, Rokhim dkk. 2004. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita


[1] Irianto, Agus. 2003. Probiotik Akuakultur. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
[2] Kordi, M. Ghufran H. dan Andi Tamsil. 2010. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis Secara Buatan. Yogyakarta: ANDI
[3] Dahuri, Rokhim dkk. 2004. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita.
[4] Ibid, hal 220
[5] Ibid, hal 269

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tugas Ekonomi Manajerial

Nama kelompok : 1.       Ahmad Zainul Arifin   ( 115100   ) 2.       Nadya El Madania       ( 115100   ) Diketahui ...