BAB II
PEMBAHASAN
A.
Lingkungan Perairan[1]
Lingkungan
air meliputi kisaran yang luas, mulai mata air di pegunungan hingga perairan
laut dalam, denga ukuran luasan volume yang beragam. Lingkungan air terdiri
atas lingkungan air asin serta air tawar. Perairan tawar meliputi mata air,
sungai, waduk, danau, perairan payau dan air tanah (sub-teranean). Sebagian
dari lingkungan air tersebut berpotensi untuk usaha akuakultur.
Beragam
biota hidup di badan air dapat berupa hewan, tumbuhan, dan mikroba. Mikroba di
lingkungan air meliputi bakteri, fungi, algae, protozoa dan virus. Mikroba
tersebut dapat bersifat ototrofik atau heterotrofik, sebagian bakteri dan fungi
hidup secara saprofitik atau dapat pula bersifat parasit terhadap hewan air.
Diantara protozoa perairan ada yang hidup bebas, bersimbiosa dengan hewan air
atau dapat pula bersifat parasit, adapun virus keseluruhannya bersifat obligat
parasit intraselular baik pada tumbuhan, hewan maupun mikroba perairan.
a.
Perairan
laut
Perairan
laut sangat beragam geografisnya, kedalamannya serta sifat fidiko-kimianya.
Perairan laut ditandai oleh tingkat salinitas yang besarnya 33-37% serta
kedalaman hingga sekitar 11.000 m.
Secara
umum, perairan laut dibagi menjadi zona fotik (lapisan air yang mendapat sinar
matahari) dan zona afotik yaitu lapisan air dimana sinar matahari tidak dapat
menembus. Zona fotik dapat mencapai kedalaman 200 meter tergantung turdibitas
air.
Berdasarkan
habitatnya, perairan laut dibedakan menjadi empat: (1) Habitat neuston yaitu
zona interfase air dan udara, (2) Habitat pelagik yaitu zona kolom air atau
dikatakan sebagai habitat planktonik, (3) Habitat epibiotik yaitu substrata tau
pemukaan benda di badan air laut yang dihuni oleh komunitas organism, dan (4)
Habitat endobiotik yaitu jaringan organism laut yang dihuni oleh flora mikroba.
Perairan
pantai sangat dinamis karena arus, temperature dan angin. Dengan kolom air yang
relatif dangkal dan dinamika yang tinggi, populasi mikroba perairan pantai
cenderung seragam. Pegaruh yang besar dari faktor lingkungan pada perairan
pantai menyebabkan terjadinya fluktuasi populais mikroba, misalnya akibat
pasang surut.
b.
Perairan
tawar
Lingkungan
perairan tawar terdiri dari 2 kategori yaitu habitat lentik yaitu badan air
yang “diam’ seperti danau dan kolam. Serta habitat lotik yaitu badan air yang
bergerak seperti mat air dan sungai. Lingkungan perairan tawar umumnya lebih
kaya nutrien dibandingkan perairan laut. Nutrient ini berasal dari aliran air
permukaan maupun oleh masukan dari aktivitas manusia. Di negara sedang berkembang dan dunia ketiga
pada umumnya, penggunaan sumber air untuk berbagai keperluan rumah tangga
menyebabkan tingkat masukan nutrient organic dan mikroba pencemar (umumnya
mikroba enteric seperti E. coli) ke badan air sangat tinggi.
Sifat
fisik sungai seperti temperature, volume, kecepatan aliran dan substrat dasar
atau sedimen, dan komposisi kimiawinya sangat dipengaruhi oleh kondisi geografi
dan iklim. Mengingat bahwa sungai merupakan badan air yang mengalir, aka jasad
planktonik umumnya hanya terbentuk pada area yang memiliki aliran tenang.
c.
Perairan
payau
Perairan
payau merupakan transisi antara perairan tawar dan perairan laut, terutama
dijumpai pada estuarine. Luasan area payau berfluktuasi mengikuti pasang surut
air laut, hujan dan pasokan air tawar dari daratan sehingga terjadi perubahan
kadar garam yang drastis dalam jangka waktu yang relatif singkat. Area perairan
payau memiliki kadar garam 10-32%sedangkan air tawar hanya sekitar 5% atau
kurang.
Perairan
payau memiliki potensi besar sebagai lahan usaha akuakultur. Di Indonesia
perairan payau umumnya digunakan untuk usaha akuakultur yang memproduksi
bandeng, udang, penaeid, kepiting bakau.
B.
Prospek Usaha Pembenihan Ikan Laut[2]
Menurut
data Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), tahun 2007 produksi perikanan
dunia mencapai 143 juta ton, terdiri dari 91 juta ton dari hasil tangkapan (capture)
dan sebesar 51 juta ton dari hasil budi daya. Pasokan produk perikanan harus
bertambah dari tahun ke tahun, dan sekitar dua-per-tiganya masih berasal dari
penangkaan. Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir ini produksi
perikanan tangkap dunia telah menjadi sangat menjadi stagnan dan cenderung
terus menerus sehingga pasokan lebih banyak tergantung pada hasil budi daya.
Produksi perikanan dunia (dalam juta ton)
Produksi
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
|
Perikanantangkap
|
94
|
93
|
91
|
91
|
|
Perikanan
budi daya
|
46
|
48
|
50
|
52
|
|
Total
|
140
|
141
|
141
|
143
|
|
Sumber: Warta Pasar Ikan, Januari 2008.
Produksi perikanan budi daya (akuakultur) tumbuh peast dalam 2-3
dekade terakhir. Budi daya perikanan menyumbang sepertiga pasokan ikan di
dunia, produksi perikanan budi daya (di luar rumput laut) pada tahun 2005
sebesar 48,1 juta ton dengan urutan sebagai berikut: China 32,4 juta ton (67%),
India 2,8 juta ton (6%), Vietnam 1,4 juta ton (3%), Indonesia 1,2 juta ton
(2%). Thailand 1,1 juta ton (2%), Bangladesh 0,9 juta ton, Jepang 0,7 juta ton,
Norwegia 0,7 juta ton dan Philipina 0,6 juta ton.
Indonesia berada di urutan keempat setelah Vietnam sebagai produsen
perikanan budi daya perairan. Padahal potensi perikanan budi daya Indonesia
sangat besar. Wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk budi daya perairan sangat
luas, terdiri dari laut , perairan tawar, dan tambak/air payau. Potensi
produksi budi daya perairan Indonesia mencapai 57,7 juta ton, terdiri dari 47
juta ton budi daya laut, 5 juta ton budi daya tambak, dan 5,7 juta ton budi
daya air tawar.
Luas perairan
dan potensi produksi perikanan budi daya di Indonesia
Perikanan budi daya
|
Luas perairan
|
Potensi produksi
|
laut
|
24
|
47
|
Tambak (payau)
|
1
|
5
|
Perairan umum/tawar
|
13,7
|
5,7
|
Total
|
38,7
|
57,7
|
Sumber: Dahuri, 2004
Potensi produksi perikanan budi daya terbesar adalah budi daya laut
aau marikultur (47 juta ton). Selain luas perairan untuk usaha marikultur
sangat besar, jenis komoditas yang dapat dikembangkan pun beranekaragam,
terdiri dari ikan, krustase, moluska, reptil, alga, mamalia, ekonodermata, dan
karang.
Dengan menggalakkan secara besar-besaran budi daya laut maka produk
budi daya Indonesia akan dapat mengalahkan produksi China. Salah satu komoditas
perikanan menjadi andalan daalm budi daya laut adalah ikan karang, baik ikan
konsumsi maupun ikan hias mengingat Indonesia adalah negara produsen utama ikan
karang. Selain untuk konsumsi nasional, ikan karang juga di ekspor ke Hongkong,
Taiwan, Cina Daratan, Singapura, Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara
Eropa. Ikan karang yang diproduksi antara lain kerapu (Ephinepelus,
Cromiletes, Plectropomus, Aetaloperca, Anyperodon, Centrogenys, Cephalopholis,
Variola), kakap (Lates, Lutjanus, Psammoperca, Pristipomoides, Pinjolo,
Etelis, Aphaerus, Aprion, Symphorichthys), kakatua (Scarus, Chlorurus),
napoleon (Cheilinus), kuwe (Caranx), ekor kuning (Caesio, Paracaesio,
Pterocaesio), beronang (siganus), bawal (Stromateus, Pampus,
Trachinotus), dan berbagai spesies ikan hias.
Produksi ikan karang di Indonesia masih bergantung pada penangkapan
dari alam. Penangkapan yang intensif dan penggunaan bahan serta alat tangkap
yang destruktif telah mengarah pada padat tangkap (full fishing) dan tangkap lebih (over fishing), serta
rusaknya habitat (tempat hidup) ikan-ikan karang.
Sebagai gambaran, sebuah informassi menyebutkan bahwa hampir 85%
terumbu karang Indonesia terancam rusak, sekitar 50%-nya mendapat ancaman
kerusakan yang tinggi. Dari pengamatan di 686 lokasi Indonesia, yang dilakukan
oleh Suharsono, Peneliti P2O LIPI, pada tahun 2005 ditemukan kondisi tutupan
terumbu karang umumnya cukup dan kurang pada 68,51% lokasi. Kondisi ini
menggambarkan tutupan karang hidupnya dibawah 50%. Salah satu penyebab
kerusakan terumbu karang adalah penangkapan ikan-ikan karang dengan bahan dan
alat tangkap yang merusak taerumbu karang.
Untuk menekan kerusakan terumbu karang maka budi daya ikan karang
adalah salah satu alternative yang paling bijak. Budi daya ikan karang dan ikan
laut lainnya diharapkan dapat meningkatkan produksi perikanan budi daya,
meningkatkan pendapatan nelayan/petani ikan dan meningkatkan devisa negara, meningkatkan
konsumsi ikan, mengimbangi penangkapan , serta mencegah kerusakan ekosistem
terumbu karang. Untuk jangka panjang, budi daya ikan karang dan ikan laut pada
umumnya dapat menjadi usaha yang komplementer dengan penangkapan melalui
kegiatan peternakan laut (sea ranching/marine ranching).
Peternakan laut atau sea ranching/marine ranching adalah
penebaran benih ikan ke dalam perairan
laut dengan prinsip memenfaatkan semua faktor lingkungan secara optimal
melalui penerapan teknologi sehingga ekosistem terbuka dapat dijadikan sebagai
tempat pemeliharaan ikan yang bernilai ekonomi tinggi. Kegiatan budi daya
dimulai dari persiapan benih sampai layak tebar, dan kegiatan penangkapan, yaitu pengaturan
waktu, jumlah dan ukuran yang ditangkap.
Jepang adalah contoh negara yang berhasil dalam kegiatan marine
ranching. Pemerintah Jepang telah membangun lebih dari 100 hatchri yang
hasilnya sebagian besar ditebar ke laut dan sekitar 21 jenis ikan yang telah
berhasil dibibitkan ditujukan untuk kegiatan marine ranching dan budi
daya laut. Kegiatan marine ranching tidak hanya ditentukan oleh hasil
pengkajian dan pengembangan tetapi juga partisipasi masyarakat nelayan serta
adanya pembinaan dari unsur pemerintah. Pada tahun 1948, di Jepang, panen
kerang Patinopectes yessocius hanya 15.000 ton dan kemudian meningkat menjadi 120.000 ton pada tahun 1984
setelah melakukan restoking. Hasil analisa proyek marine ranching di
Teluk Ishihari menunjukkan hasil pendapatan bersih lebih dari US$ 2 juta dengan
B-C ratio 3,15 dalam tempo 20 tahun .
Di AS, marine ranching bertujuan untuk memperbaiki perairan pantai
yang kritis dan untuk memenuhi kebutuhan permintaan makanan dari laut, di mana
pengembangannya diawali dengan pengembangan teknik pembenihan, perbaikan
habitat, dan teknik penebaran benih. Penebaran benih Sciaena ocellatus
di Teluk Corpus Cristi Texas menaikkan hasil tangkapan dibanding dengan Laguna
Madre yang tidak ditebari benih.
Di Jepang, S, RRC, dan negara-negara Eropa, kegiatan restoking
sudah menjadi kegiatan komersial, bukan sekadar kegiatan konservasi dan sosial.
Usaha akuakultur (pembenihan)menjual benih kepada asosiasi, koperasi nelayan,
atau pemerintah daerah yang melakukan restoking, sementara nelayan melaporkan
hasil tangkapannya untuk dikenai biaya pembelian benih oleh asosiasi atau
koperasi tersebut.
Di Indonesia, biota laut yang direstoking masih terbatas pada
penyu, terutama penyu hijau (Chelonia mydas) dan kima (Tridacna spp.).
Restoking kedua jenis biota itupun masih terbatas untuk usaha konservasi. Ke
depan restoking dikelola untuk menjadi kegiatan komersial. Benih biota air
ekonomis, ikan dan non-ikan, direstoking dan nelayan penangkap dikenai biaya
pembelian benih oleh lembaga atau asosiasi yang melakukan restoking.
Untuk mendukung pengembangan budi daya biota laut dan restoking,
kegiatan pembenihan merupakan salah satu
mata rantai dan faktor terpenting yang perlu diperluas. Pembenihan akan menjadi
kegiatan ekonomi yang menguntungkan di masa depan sehingga sangat prospektif.
Kegiatan pembenihan juga dapat dilakukan, baik oleh perorangan, khususnya
nelayan dan petani ikan kecil dalam bentuk usaha skala rumah tangga maupun
kelompok (asosiasi, koperasi, kelompok usaha dan lain-lain) untuk usaha skala
besar.
Saat ini indonesia adalah salah satu produsen benih ikan laut yang
penting, terutama ikan bandeng (Chanos chanos), kerapu bebek (Cromileptes
altivelis), dan kerapu macan (epinephelus fuscoguttatus). Bali yang sentra
produksi benih ketiga jenis tersebut telah mengekspor ke malaysia dan vietnam
melalui bandara ngurahrai. Dalam sebulan benih ikan kerapu dan ikan bandeng
yang dikirim melalui bandara ngurah Rai sebanya 650.000 ekor, dan 17 juta ekor,
sekitar 80%, dikirim ke Malaysia dan Vietnam.
Jumlah benih tersebut masih sangat kurang sehingga sebagian besar
pembudi daya kerapu masih mengandalkan benih dari hasil tangkpan alam. Karena
itu upaya mendorong pengembangan usaha pembenihan harus dilakukan.
Pembenihan ikan laut secara buatan biasa dilakukan dengan
rangsangan hormonal dan pemijatan (stripping). Teknik ini diterapkan
untuk memaksa pemijatan pada ikan-ikan yang tidak dapat memijah secara alami di
bak-bak terkontrol dan tidak dapat memijah di luar musim pemijahan, atau ikan
dapat memijah sendiri tetapi jumlah telur yang dihasilkan sangat sedikit.
Dengan pemijahan buatan, ikan dipaksa memijah san menghasilkan telur dalam
jumlah banyak.
Pemijahan buatan juga sangat membantu dalam manajemen produksi
benih. Dengan penerapan teknik ini, jumlah benih yang diproduksi, waktu, dan
kontinuitas dapat terjaga, karena ikan dapat dipaksa memijah di luar musim
pemijahan dan di luar habitat aslinya.
C.
Pengembangan Kelembagaan dalam Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu[3]
Salah
satu arah dan kebijakan sektor kelautan dalam GHBN 1993, adalah pendayagunaan
sumber daya laut dan pemanfaatn fungsi wilayah laut nasional, termasuk Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
Pengelolaan potensi kelautan untuk berbagai kegiatan ekonomi dipacu melalui
peningkatan investasi, dengan menyiapkan perencanaan makro dan mikro dalam
bentuk tata ruang, memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, penataan
kelembagaan serta memperhatikan kelestarian lingkungan.
Pengelolaan
sumber daya air laut dilakukan sejak dahulu kala, dan dalam dekade ini telah
meningkat secara pesat. Diperkirakan, seluruh keluaran (output) kegiatan
ekonomi pemanfaatan sumber daya laut, pertambangan, perikanan, pariwisata, dan
transpotasi, memberikan kontribusi terhadap produk nasional bruto (PNB) sebesar
24% pada tahun 1990, dan 22% penduduk indonesia bergantung pada perairan laut.
Pada masa yang akan datang, kontribusi sektor kelautan akan
meningkat pesat, terutama setelah Presiden Republik Indonesia menutupkan tahun
1996 sebagai tahun bahari. Namun kegiatan pengelolaan sumber daya laut
ini juga mengandung potensi konflik dan dampak lingkungan. Dalam Repelita VI,
ada 21 sektor pembangunan yang bermuara ke daerah. Beberapa sektor penting
dalam pengelolaan sumber daya laut di daerah adalah sebagai berikut:
(1) Sektor pariwisata
khususnya wisata bahari seperti pengembangan resort wisata pantai, penyelaman (
diving), snorkling, parasailing, sport fishing, merupakan sumber
pendapatan yang cukup besar termasuk pendapatan devisa. Potensi konflik, karena
izin hotel dan tempat hiburan, promosi dan perjalanan wisata, serta retribusi
wisata masih dikelola oleh direktorat Jendral Pariwisata, sehingga pemerintaha
Daerah tidak banyak memperoleh pendapatan dari sektor ini.
(2) Sektor perikanan, dengan semakin bertambah
luas pengusahaan perikanan ke perairan ZEEI, maka bertambah besar pula potensi
sektor perikanan palagis dalam menyumbang devisa. Selain penangkapan ikan,
sektor ini juga mengembangkan budi daya rumput laut, mutiara, dan ekspor hasil
kerajinan industri rumah tangga masyarakat pesisir.
(3) Sektor pertambangan, khusunya penambangan minyak dan gas lepas
pantai yang terbesar dari pantai timur sumatra, pulau natuna, pantai utara
jawa, kalimantan, hingga irian jaya.
(4) Sektor kehutanan sangat
diperlukan untuk menjaga kelestarian
sumber plasma nutfah dan pelestarian kekayaan ekosistem terumbu karang dan mangrove melalui taman
nasional, taman wisata alam laut, dan kawasan konservasi laut lainya.
(5) Sektor perhubungan laut,
sangat diperlukan utnuk mempersatukan seluruh wilayah nasional dengan 17.508
pulau dan 81.000 km panjang garis pantai, dan menunjang kelancaran perdagangan
nasional. Pemanfaatan wilayah pesisir
untuk lokasi pelabuhan, sering tidak bisa dicampuri oleh insansi lain.
(6) Sektor pembangunan
regional dan daerah di kawasan pesisir dan lautan serta kepaluan untuk lokasi
pemukiman, budi daya dan kawasan industri berkembang demikian pesat, namun
lahan pesisir kota-kota pantai. Ironisnya, peraturan perundang-uandangan yang
mengatur pwmanfaatan wilayah pesisir belum lengkap dan belum dilaksanakan
secara konsekuen.
(7) Sektor perdagangan, dimana globalisasi
ekonomi dan perdagangan bebas, mendorong kegiatan ekonomi segitiga
Indonesia-malaysia-singapura (IMS); bruney-malaysia-philipina (BMP) dan Indonesia-Australia,
serta berkembangnya kegiatan ekonomi di Asia-Pasifik.
D.
Perikanan Budi Daya ( Aquaculture) di Daerah Pesisir[4]
Sebagian besar kegiatan budi daya perikanan di wilayah pesisir
adalah usaha perikanan tambak, baik tambak udang, bandeng, atau campuran
keduanya. Selain itu terdapat pula beberapa jenis kegiatan budi daya perikanan
yang lain, seperti budi daya rumput laut, tiram dan budi daya ikan dalam
keramba (net impondment). Karena air merupakan media utama dalam kegiatan budi daya perikanan, maka pengelolaan
terhadap sumber-sumber air alami maupun nonalami (tambak, kolam,dll) harus
menjadi perhatian utama dalam pengelolaan wilayah pesisir.
Dalam kegiatan budi daya perikanan, pengaruh utama yang perlu
diperhatikan antara lain adalah pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitar
lokasi budi daya termasuk aktivitas di lahan atas, dan pengaruh kegiatan budi
daya terhadap lingkungan.
E.
Ekonomi Perikanan dan wisata bahari[5]
Ekonomi perikanan dan wisata
bahari (fishery Economics and Marine Ecotourism) diperlukan karena
industri penangkapan dan pengalengan ikan, serta wisata bahari sedang
digalakan. Industri perikanan laut pada saat ini dikembangkan di bitung.
Sulawesi utara, dan kepulauan arafura, maluku.
Namun
industri ini tidak berjalanan dengan
baik, bahkan beberapa pabrik mengalami
kebangkrutan akibat kesulitan bahan baku yang dijual ke negara tetangga.
Pertimbangan nelayan yang lebih suka memasok industri perikanan di luar negeri
dari pada dalam negeri lebih dilandasi karena pertimbangan ekonomis.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
dan saran
Berbagai jenis ikan laut, ikan palagis dan demersal di perairan
Indonesia merupakan ikan-ikan yang bernilai jual tinggi, baik di pasar domestic
maupun ekspor. Khusus untuk ikan karang, Indonesia bahkan menjadi produsen
terbesar di dunia, baik ikan konsumsi, maupun ikan hias. Ikan-ikan karang
banyak diproduksi antara lain kerapu, kakap, napoleon, kakatua, ekor kuning,
beronang, kurisi, dan kue.
Berangkat dari pengetahuan bahwa Indonesia merupakan produsen
terbesar di dunia maka sudah seharusnya, sektor perikanan tidak lagi dijadikan
sektor ke sekian dari semua sektor yang menunjang perekonomian Indonesia.
Sektor perikanan harus didukung perkembanganya, sehingga Indonesia benar-benar
bisa menjadi sentra ikan di dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Irianto,
Agus. 2003. Probiotik Akuakultur. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Kordi,
M. Ghufran H. dan Andi Tamsil. 2010. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis Secara
Buatan. Yogyakarta: ANDI
[1] Irianto, Agus. 2003. Probiotik
Akuakultur. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
[2] Kordi, M. Ghufran H. dan
Andi Tamsil. 2010. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis Secara Buatan. Yogyakarta:
ANDI
[3] Dahuri, Rokhim dkk. 2004. Pengelolaan
Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya
Paramita.
[4] Ibid, hal 220
[5] Ibid, hal 269
Tidak ada komentar:
Posting Komentar